Waktu kecil, mungkin kamu sering diajak nonton pentas lumba-lumba sama keluarga. Selain di kebun binatang, biasanya pentas semacam itu sering diadakan di lapangan luas dengan mendirikan tenda seadanya. Pihak penyelenggara akan menyediakan kolam bongkar pasang yang kadang nggak begitu luas buat lumba-lumba bergerak. Sebagai anak-anak, mungkin kita senang-senang aja. Apalagi kalau dapat kesempatan foto sambil dicium sama lumba-lumba.
Kelihatannya emang lucu-lucu aja gitu, menyaksikan lumba-lumba bisa memahami perintah manusia, mengikuti setiap arahannya demi menghibur penonton. Padahal kalau boleh jujur, banyak fakta pahit tersembunyi di balik tepuk tangan orang-orang, riuh redam penonton, dan ingar-bingar suara musik yang menyertai ketika pentas sedang berlangsung. Karena sebenarnya lumba-lumba itu tersiksa lho guys! Jadi apa saja hal yang dirasakan para lumba-lumba pentas ini? Dan kenapa kita harus berhenti menonton mulai detik ini juga? Yuk, simak fakta-fakta terselubungnya!
Dari cara penangkapannya aja udah bisa dibilang kalau selama ini lumba-lumba tuh disiksa, dengan dipisahkan dari keluarganya secara paksa. Padahal sifat alaminya memang hidup berkelompok
Di penangkaran, mereka sering dipaksa hidup dengan lumba-lumba lain yang tidak sejenis, dimana membuat mereka kesulitan berkomunikasi
Di Jepang, orang akan membuat suara yang bikin kelompok lumba-lumba di laut kebisingan, sehingga mereka jadi terpecah-pecah dan tergiring masuk ke laguna jebakan
Setiap tahunnya di Jepang aja ada lebih dari 20.000 lumba-lumba yang ditangkap, disiksa, sebagian untuk diambil dagingnya, sebagian lagi untuk dibeli kebun binatang atau sirkus dan pentas lumba-lumba. Ini baru di Jepang aja lho ya, di Peru katanya ada 15.000 lumba-lumba ditangkap tiap tahun!
Setelah ‘diculik’ dari habitatnya, lumba-lumba ini diangkut pakai truk yang jauh dari kata nyaman
Padahal di alam liar, lumba-lumba tuh biasa berenang lebih dari 100 mil per hari. Bayangin ketika dia dipaksa hidup di boks sempit gitu doang!
Sekalipun dia ditempatkan di akuarium besar, tetap aja nggak bisa mengganti habitat aslinya. Buat kita mungkin besar tapi buat mereka tetap kecil
Dalam tangki/akuarium/kolam buatan, lumba-lumba tersiksa dengan suaranya sendiri yang bergema kembali kepada mereka, karena dinding menciptakan efek ruang gema
Sistem komunikasi mereka memang diatur biar bisa berkomunikasi dengan sesama yang jaraknya berkilo-kilometer jauhnya. Bayangkan suara, siulan, dan getaran tinggi itu menggema kembali ke pendengaran mereka. Banyak lumba-lumba jadi gila karena keterbatasan ini.
Semua perlakuan yang jauh dari kehidupan aslinya di alam liar itu sering membuat mereka stress dan depresi
Lumba-lumba juga akan menerima perlakukan kasar dari pelatih kalau ia mencoba memberontak atau nggak nurut. Mau nggak mau ya harus mengikuti arahan pelatih! Kejam!
Nggak heran kalau kebanyakan lumba-lumba yang ada di penangkaran umurnya kadang nggak lebih dari setengah umur mereka yang hidup di laut lepas
Banyak pentas lumba-lumba yang diberi embel-embel hiburan dan sarana belajar bagi anak-anak. Padahal di balik itu semua tersimpan kenyataan pahit yang dialami para lumba-lumba
Nggak cuma pentas lumba-lumba aja lho yang jadi masalah, bahkan menonton ikan-ikan itu pakai kapal di laut lepas juga mulai banyak dikritik. Soalnya suara bising dari kapal ditengarai bisa bikin komplotan lumba-lumba itu terganggu. Mungkin kalau emang mau nonton lumba-lumba langsung di habitatnya ada peraturan tertentu yang diberlakukan, misal membatasi kapal yang berangkat, atau yang lainnya.
Sumber : hipwee.com