Menjadi seorang proklamator, tidak menjadikan perjalanan Soekarno sebagai presiden pertama di Indonesia berjalan mulus begitu saja.
Di akhir masa kepemimpinannya, Soekarno justru menghadapi sejumlah masalah yang pelik.
Satu di antaranya munculnya peristiwa Gerakan 30 September, yang pada akhirnya membuat Soekarno kehilangan tampuk kekuasaannya.
Pasca kekuasaannya hilang, kesehatan Soekarno juga semakin memburuk.
Ada sebuah kisah yang mewarnai kehidupan Soekarno dan keluarganya pasca kekuasaannya jatuh.
Seperti yang diceritakan oleh seorang wartawan Amerika Serikat, Cindy Adams.
Kisah itu kemudian ditulis Cindy dalam buku berjudul "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia".
Dalam buku itu, Cindy memasang sebuah foto Soekarno pada tahun 1970.
Foto tersebut diambil tepat saat ulang tahun Soekarno, yaitu tanggal 6 Juni 1970.
Menurut Cindy, foto tersebut adalah foto terakhir Soekarno sebelum wafat, dan dalam kondisi sakit.
Ketika itu, Soekarno terlihat terbaring di Wisma Yaso, Jakarta.
Cindy menuliskan, foto itu diambil secara diam-diam oleh seorang anak Soekarno, Guruh Soekarnoputra.
"Diambil secara diam-diam oleh Guruh Sukarno Putra karena pada saat itu Bung Karno sudah menjadi tahanan politik,"tulis Cindy dalam bukunya.
Foto itu kemudian disebarluaskan ke dunia internasional oleh anak Soekarno lainnya, yaitu Rachmawati Soekarnoputri melalui Kantor Berita UPI.
Akibatnya, beberapa hari kemudian keduanya dijemput, dan diinterogasi oleh tentara.
Mereka diinterogasi di Markas CPM Guntur, Jakarta.
Saat Fatmawati ditembak Soekarno
Kisah cinta Sukarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno dengan sang istri, Fatmawati memang menarik untuk diikuti.
Wanita yang akrab disapa Fat itu, pertama kali bertemu Sukarno pada 1938.
Saat itu, orangtuanya, Hassan Din dan Siti Chadijah, berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno di Anggut, Bengkulu.
Fatmawati juga ikut mengenakan baju kurung merah hati dan kerudung kuning dengan hiasan bordir.
Ia kelihatan cantik sekali.
Sukarno pun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Fatmawati yang seumuran dengan Ratna Djuami, anak angkat Sukarno, ingin melanjutkan sekolah di RK Volkshool, Bengkulu.
Hassan Din pun menitipkan putrinya itu ke Sukarno.
Maka sejak itu Fatmawati tinggal sekamar dengan Ratna.
Oleh Sukarno, Fatmawati diperlakukan sama dengan Ratna.
Keduanya dibelikan sepeda oleh Sukarno agar bisa bersama-sama ke sekolah, begitu juga dengan perlengkapan lainnya.
Dilansir dari Intisari, seiring watku, Fatmawati semakin akrab dengan keluarga barunya itu, lebih-lebih dengan Si Bung Besar.
Hingga suatu hari, Fatmawati mendapat kabar bahwa ada seorang pemuda hendak melamarnya.
Menanggapi hal itu, Hassan Din menyarankan Fatmawati agar meminta nasihat Sukarno.
Maklum Sukarno akrab dengan orangtua pemudi tersebut, yang merupakan seorang Wedana di Bengkulu.
“Pak, Fat ingin minta pendapat Bapak serta pandangan Bapak tentang seorang pemuda yang ingin meminangku. Bagaimanakah sifat dan tingkah laku pemuda itu sehari-hari?” kata Fat seperti terungkap dalam buku Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno.
Sukarno lantas terdiam.
Ia menundukkan kepala di atas meja selama beberapa menit.
Fatmawati yang bingung atas reaksi itu memberanikan diri bertanya, apakah Bung Karno sedang sakit.
Sukarno lalu mengangkat kepala, matanya berkaca-kaca.
“Begini, Fat. Sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama aku bertemu denganmu, waktu kau pertama kali ke rumahku dahulu pertama kali. Saat itu kau terlau muda untuk menerima pernyataan cintaku. Oleh sebab itu aku tidak mau mengutarakannya. Nah baru sekarang inilah aku menyatakan cinta padamu, Fat.”
Sukarno kemudian bertanya, “Apakah kau cinta padaku?”
Tentu saja Fatmawati terkejut bukan alang kepalang. Niatnya ingin minta nsihat, kok malah ditembak dengan pernyataan cinta.
Dengan penuh keheranan, ia menjawab. “Bagaimana Fat cinta pada Bapak? Bukankah Bapak mempunyai anak dan istri?”
Sukarno kemudian bercerita, selama 18 tahun menikah dnegan Inggit Garnasih, mereka tidak punya anak.
Istri pertamanya pun diceraikan dalam keadaan masih suci.
Ia juga kerap ditanya oleh sang ibunda kapan diberi cucu lelaki, sedangkan kakak perempuannya telah punya empat putra laki-laki.
Lepas dari itu, Fat sebenarnya mencintai Bung Karno.
Namun ia tak mau dipoligami.
“AKu baru akan menyetujui apabila Bung Karno bercerai baik-baik dengan Ibu Inggit. Aku tidak dapat menerima poligami. Aku tidak akan dimadu,” ujarnya dalam buku Fatmawati Sukarno, The First Lady yang ditulis Arifin Suryo Nugroho.
Inggit pun setali tiga uang.
Ia memilih bercerai daripada dimadu.
Akhirnya, Sukarno mengembalikan Inggit ke rumah orangtuanya di Bandung agar bisa menikahi Fatmawati.
Sumber : tribunnews.com